Dunia kos ternyata penuh warna dan tawa.
Ada-ada saja kejadian yang tak kan terlupakan,
terutama kisahku dengan … sebut
saja Dhenok,
temanku paling ngocol sedunia.
Pas kami kos di Jl. STM 17C, ada kebun bambu yang cukup luas di belakang kos-kosan. Kalau mau ke jalan besar, memang cepat lewat jalan pintas itu, daripada lewat depan rumah dan harus muter. Sayang kalau malam hari kami agak ngeri lewat tempat itu, bayang-bayang pohon bambu yang tertiup angin, memancarkan aura horor. Apalagi kalau neon yg ada di bawah bambu pas mati. O la..la…kami harus cerita yang lucu-lucu supaya tidak takut dan kami jalan berdekatan, kadang saling menyusul gak mau di belakang sendiri dan gak mau di sebelah bambu.
Nah, suatu saat, aku, adikku, Sian, dan Dhenok lewat kebun itu, sehabis makan mie ayam di Jalan Gejayan. Waktu itu, mie ayam memang lagi naik daun dan jadi makanan favorit anak kos. Mak ber... adikku buang tisu dekat pagar. Tiba-tiba saja ada suara heeem… heeem… heeem… dari bawah pohon bambu, persis banget suara hantu di film-film horor. Spontan kami membalikkan badan dan lari sekencang-kencangnya, bahkan tangan kami berempat otomatis naik, seperti menggapai-gapai. Pikirku suaranya saja mengerikan, apalagi bentuknya, pasti tinggi, besar, hitam, dan pastilah menyeramkan. “Gun…Gun…tunggu aku, sandalku tebal, berat banget nih….”teriak Dhenok sambil terengah-engah. Sambil tetap lari kutoleh Dhenok ada di urutan paling belakang setelah adikku yang gendut. Setelah masuk jalan kampung yang terang benderang, barulah kami berhenti. Nafas kami turun naik. Kami sudah lupa dengan nasib mie ayam di perut kami, pasti lebih terkocok-kocok.
Sampai di kos-kosan kami cepat-cepat minum air putih sambil berurai air mata, geli mengenang kejadian itu. Tapi kami sedikit curiga, jangan-jangan itu bukan hantu beneran tapi ulah orang usil. Aku lalu menyiapkan lampu senter besar dengan 4 baterai. Kuajak mereka tuk memastikan, tadi itu hantu beneran atau bukan. Adikku dan Sian spontan menggelengkan kepala, menolak keras-keras karena mereka takut dan yakin suaranya yang menyeramkan itu hantu beneran. Dhenok setelah kubujuk-bujuk baru mau, daripada penasaran seumur hidup. Sebelum kulangkahkan kaki keluar rumah, aku berdoa, muga-muga diberi keberanian. Tetap saja, aku dan Dhenok dorong-dorongan, tidak ada yang mau di depan. Apalagi detik-detik menjelang pintu pagar belakang, hatiku berdebar-debar, dag-dig-dug… beneran . “Koe sik Gun, koe kan sing luwih wani !”” Koe wae Nok, aku saiki wedi tenan.” “Yo wis awake dhewe maju bareng ae.” Hampir saja aku dan Dhenok mengurungkan niat.
Akhirnya, kuberanikan juga menghidupkan senter dan mengarahkan ke arah bambu yang berjarak 10 meter. Byar….jantungku berdegup kencang, serasa mau lepas dari dadaku. Ada banyak gundul-gundul kecil di bawah pohon bambu. Waduh baru sekali ini aku lihat Gundul Pringis rombongan. Tapi setelah kuamati, itu gundul anak-anak nakal yang menakut-nakuti kami. Gundul-gundul yang kaget setengah mati karena tiba-tiba ada lampu hidup sendiri, tentu bayangku dan Dhenok gak kelihatan. Spontan mereka berdiri dan lari tunggang –langgang ke segala arah. Aku dan Dhenok langsung mengejar, berharap kami bisa menangkap salah dua dari mereka. Sambil lari aku berteriak-teriak, ”Awas yo tak laporke Pak RT.” Sayang karena terhalang oleh pagar bambu, mereka bisa lepas meski kulihat beberapa sandal berceceran. Syukurin hu… ha... ha... gantian aku dan Dhenok sekarang tertawa puas, bisa menakut-nakuti mereka ganti. “Gun, emang koe kenal RT sini?” “Ho oh sapa ya, aku juga belum kenalan.” “Walah-walah Gun…Gun... gayamu tuh,” kata Dhenok. Aku dan Dhenok cepet-cepet pulang, cerita sama teman-teman kos. Heboh sudah kos-kosan malam itu. Kejadian itu yang paling parah. Kalau kaki kami nabrak benang trus tiba-tiba ada suara kaleng muter itu mah dah biasa. Mungkin karena mereka libur sekolah, trus timbul ide iseng.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar