Jumat, 04 September 2015

MERCON OH MERCON


Selain identik dengan kolak, 
puasa juga identik dengan kembang api dan mercon. 
Kalau kembang api sih yang terkenang-kenang yang menyenangkan 
tapi kalau mercon pasti deh yang menegangkan.




Syahdan suatu siang di waktu aku SD. Waktu itu Masku dah SMP dan berani tidur sendiri di kamar depan. Gak tau kenapa pas kakakku gak ada, aku yang kurang kerjaan waktu itu masuk kamarnya. Liat lemari bifetnya, walah bukunya  pada berantakan. Padahal biasanya Masku pualing tertib dengan barang-barangnya. Biar aktivitasku gak kelihatan, aku kunci pintunya dan kututup jendelanya. Kordennya juga aku tarik, sreeeeeeeeeek…. Dah “primpen” banget. Lampu jelas gak kuhidupkan.

Kayaknya dari kecil aku hobi bikin kejutan deh, melakukan sesuatu tanpa orang tau, tapi hasilnya mengejutkan, tra…la…la…. Biar suka berantem tapi aku masih selalu punya niat baik, akan kurapikan buku-bukunya. Aku buka bifetnya yang bau khas,  perpaduan antara kayu dan pong-pongan. Kayaknya bifet itu tempat favorit Masku naruh barang-barang " kekayaannya"  kayak jangkrik, kelereng dll, ya semacam tempat rahasialah.  Aku duduk bersimpuh di depan bifet ( lemari pendek tapi puanjang…), semua buku-buku aku keluarkan,termasuk juga kertas-kertas kucel. Di antara tumpukan kertas kucel itu, ada satu bungkusan kertas. Aku buka, kok di dalamnya ada bungkusan kertas putih juga kecil-kecil, 5-10 an bijian. Aku belum pernah liat barang itu. Bungkusannya gak rapi, pating pleyot tapi dalamnya keras. Aku cium-cium ada bau nyengat. Trus aku gosok-gosok ke lantai, gak ada perubahan. Entah kok tiba-tiba aku punya ide untuk membanting bungkusan itu, rombongan lagi. Mak dueeeeeer…dueeeeeer…dueeeeer…, pintu dan jendela sampai bergetar keras kayak ada gempa lokal. Asap putih mengepul memenuhi kamar dan keluar dari lubang angin. Aku syock dan gak bisa melihat apa-apa. Mungkin mukaku pias dan memutih juga. Yang jelas dadaku juga ikut bergetar. Aku baru sadar, saat ibuku gedor-gedor pintu dengan panik , “Bukake lawang….bukake lawang, dor…dor….” Dalam bayangannya pasti kakakku sudah terkapar  di lantai dan berdarah-darah. Wah, aku bisa membayangkan pasti ibuku takut kehilangan anak lanang satu-satunya. He…he….

Aku buka pintu dengan tangan gemetar dan muncul di antara asap-asap. Ibuku langsung memelukku, kayaknya ibuku nangis deh dan kaget juga begitu tahu aku yang di dalam. Aku cepat-cepat disuruh minum air putih. Tetanggaku pada berdatangan dan pada penasaran, “Wonten menapa….Wonten menapa…? Dalam hati aku malu banget dikerubuti tetapi ketawa geli inget kekonyolanku. Niatku bikin kejutan eh malah terkejut sendiri. Kapok aku….

Nah bisa ditebak, kakakku pulang disambut dengan cethotan di pantat dan tentu saja nasihat yang puanjang……tiada titik, koma melulu, baik dari bapak maupun ibuku “Untung adimu ora kenapa-napa, wis ra usah tuku mercon neh, sangune dikurangi wae, dll.” Aku kasihan juga lihat kakakku berlinang air mata. Kapok? Kayaknya belum deh.

***
Waktu kecil minum susu kaleng rasanya nikmat banget. Dulu belum banyak susu kayak sekarang, apalagi yang bubuk. Rasanya yang manis memang membuat anak-anak kecil pada suka, apalagi yang coklat. Biarpun siang, Wonosobo tetaplah dingin waktu itu. Saat mengaduk, tercium aromanya yang legit, wow… aku dah gak kuat membayangkan betapa nikmatnya saat kusendoki pelan-pelan trus masuk mulut sambil duduk di ruang tamu. Wah, cilik-cilik dah seneng “medang” juga ya aku.

Karena panas, aku taruh di lambar ( piring kecil ). Aku bawa pelan-pelan, jalan dari dapur ke depan. Liat luar agak blereng alias silau juga. Tiba-tiba ada cahaya berpendar-pendar, meliuk-liuk dengan cepat dan mendekat ke arahku. Aku gak tau apa, tapi bunyinya mak sis……..sis………sis…. Setelah dekat baru aku sadar, itu kembang api atau mercon. Dengan panik aku menjerit-njerit dan lari terbirit-birit, spontan kubelokkan arah ke kamar. Selain menyelamatkan diri, tentu saja  aku juga gak mau susu coklatku tumpah. Ternyata itu kerjaan Masku lagi, mungkin sama sepupu-sepupuku juga.  Herannya kok bisa masuk ke rumah? Aku lagi yang kena, bukan adikku, ibukku, atau bapakku.  
 Bisa dibayangkan…..kali ini kakakku gak cuma dicethot tapi dijewer juga, sampai air matanya ndlewer-ndlewer…..  Pantas, kupingnya sekarang agak melebar…….. Ha…ha….gojek.

Tapi kalau gak gitu, mungkin gak ada kenangan masa kecil yang berwarna dan membahagiakan. Sampai saat ini aku masih ketawa kalau ingat dua peristiwa itu. Meski suka ribut tapi aku tau Masku juga kreatif, suka mengutak-atik sesuatu.  Mungkin kebanyakan energi….jadi perlu disalurkan dan setiap anak laki-laki kecil penasaran juga mainan mercon. Semakin dilarang, semakin penasaran. Aku juga ikutan maen mercon bumbung kok, ramai-ramai di kampung. Ya setidaknya aku menghargai yang buat, kalau bunyi dung.... kan sukses.

                                                ***

Ada satu cerita lagi, ini tentang teman suamiku. Awalnya pada gak ngeh kalau dia punya sesuatu yang beda, tapi jago banget komputer. Sayang kalau diajak ngomong sering banget gak nyambung, dan bikin ketawa. Yang satu tanya apa, jawabnya bisa jauh banget. Ternyata oh ternyata telingganya kurang berfungsi. Ya harap maklum deh kalo gitu. Jadi dunianya hanya ada sunyi dan sepi….

Suatu saat Mas Kris maen ke rumahnya di lereng Merapi. Dah hawanya dingin, disuguhi baceman bebek lagi. Wah, kalau gak malu, hampir saja nasi sebakul dihabiskan ramai-ramai. Ibunya ikut menemani dan keluarlah kata-kata dari bibirnya, yang mengharu biru, sebiru langit waktu itu ,” Ha niku…., anak kula gak bisa dengar, ya gara-gara saya, dulu saya jualan mercon Nak.” O… alah… terkuak sudah mengapa beliau tuli, untung gak bisu ya. Apa dulu ibunya melakukan uji coba pa ya, dar…dor… sebelum menjual mercon-merconnya. Wah jangan-jangan aku KSR ( Kuping Suda Rungon) gara-gara mercon banting ya? Untung masih dengar meski 90%. Itu dulu, skarang tinggal berapa ya?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar