Sabtu, 05 September 2015

SUATU PAGI DI BUMI PERKEMAHAN KOPENG



  
Aku senyum-senyum sendiri mengenang peristiwa 30 tahun lalu saat aku kelas 2 SMA. Ah masa muda, memang masa yang indah….

Harus antri mandi sama ratusan orang? Uh males banget…. Pilihannya cuma ada dua, harus bangun pagi-pagi atau cuci muka saja.  Kayaknya bukan aku banget deh kalau harus bangun pagi-pagi dan gak mandi. Kalau di rumah sih gak masalah. Kali ini aku kan harus jaim, karena teman satu regu, kan perwakilan dari sekolah-sekolah lain di Wonosobo, baru kenal lagi.  Kalau masalah cowok, jujur gak masuk dalam itungan deh waktu itu. Hem… aku punya ide brilyan. Kenapa gak “nunut” mandi di rumah penduduk? Akhirnya, aku ajak teman-temanku keluar dari bumi perkemahan dan ke rumah penduduk. Awalnya seh teman-temanku ragu-ragu dan malu kalau harus “nunut” mandi. Tapi aku berhasil menyakinkan mereka, toh kami mendatangkan keuntungan buat mereka, jadi gak ada ruginya toh berbaik hati pada kami? Ha…ha…ha…sok yakin deh.

Dengan malu-malu kusampaikan maksud hati, eh ternyata tidak dengan serta merta mereka memperbolehkan kami numpang mandi. Akhirnya, kami disarankan tuk mandi di masjid kampung. Katanya kamar mandinya besar. Ehm… betul kan kalau kita usaha pasti ada jalan kata hatiku sedikit bangga, pengikut Baden Powel (muga2 nulisnya bener) gitu loh, kan harus penuh inisiatif dan tahan uji. Bener juga di sebelah masjid ada kamar mandi yang cukup untuk mandi berlima. Aku lupa, apakah kami mandi berdua-dua atau sendiri-sendiri ya?  Tapi aku dapat giliran pertama. Melihat bak mandi besar yang “kimplah-kimplah” penuh dengan air, rasanya ingin cepat-cepat melepas baju, dan byur-byur… merasakan kesegaran airnya. Saat mau menggantungkan handuk, mataku tertumbuk pada benda panjang bergaris-garis yang tergantung di atas bak.  Setelah aku amati, bulu kudukku langsung berdiri dan secepat kilat lari keluar. Tanpa dikomando kami balapan lari menjauhi masjid, gedebag...gedebug….rasanya kaki jadi berat untuk melangkah.  Setelah jauh, baru aku sadar, handukku sudah gak tergantung lagi di leherku. Waduh mati aku….terpaksa aku paksa teman-temanku kembali. Ha…ha…ha…untung handukku cuma tergeletak lemas di depan rumah penduduk. Ternyata, aku sempat juga ya menyambar handuk. Di jalan kami ketawa-tawa, untung aku belum copot-copot, coba kalau sudah, ah pasti susah banget pakai baju dalam keadaan ndredeg. Ah… keranda itu, kesannya kan identik banget dengan pocongan, putih, matanya melotot, loncat-lancat lagi.  Ih ngeri banget.  Gak kebayang deh kalau aku telat lihat, trus pas mandi, ada yang gerak-gerak sendiri. Oh…no. Moga-moga gak ada penduduk yang lihat kejadian tadi, malu bener, sama keranda saja takut.  Eh… niatnya cari jalan pintas, malah mandi keringat dan kepaksa antri di kamar mandi yang disediakan panitia. Hem… gak papa deh yang penting dah usaha dan sekalian pemanasan. Ya… gak Bro?  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar